
“…ingatlah hal ini: Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” (Yak. 1: 19-20)
Ada hal yang menarik dari kisah pada saat Yesus berada di daerah Dekapolis Ia diminta untuk menyembuhkan seorang yang tuli dan bisu. Kemudian Yesus memasukkan jariNya ketelinga orang itu lalu meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian Yesus berkata, “Efata” yang artinya ‘terbukalah.’
Saudara, mengapa untuk menyembuhkan orang bisu dan tuli ini Yesus terlebih dahulu menyembuhkan telinganya? Mengapa justru telinga yang pertama kali dibuka dan bukan lidahnya?
Sebab dalam proses belajar yang normal orang pertama kali belajar melalui telinganya; baru setelah itu ia dapat belajar dan mengucapkan kata-kata.
Kalau telinga tidak berfungsi dengan baik maka mulut pun tidak akan dapat berbicara dengan baik. Sebab itulah Yesus pertama-tama menyembuhkan telinga orang itu. Ayat 35 mengatakan, “terbukalah telinga orang itu…maka ia dapat berkata-kata dengan baik.”
Ketika telinga kita mau mendengar dengan baik maka kita dapat berbicara dengan baik juga.
Oleh sebab itulah dalam Yakobus 1: 19-21, kita diingatkan untuk cepat mendengar tetapi lambat berkata-kata. Mendengar yang dimaksudkan di sini ialah bukan sekedar asal dengar tetapi mendengar dengan penuh perhatian, kita membuka hati dan pikiran kita serta mencoba menangkap apa yang disampaikan oleh lawan bicara kita.
Apa yang diperlihatkan Yesus dan yang dikatakan Yakobus merupakan prinsip yang sangat tepat dalam menjalin relasi/hubungan baik dengan siapapun. Coba kita perhatikan betapa banyak pertengkaran yang terjadi antara suami-istri hanya karena keduanya lebih cepat berbicara tetapi lambat atau sama sekali tidak mau mendengar; berapa banyak kita berselisih dengan tetanga, saudara atau rekan kerja hanya karena kita lebih suka berbicara dan berbicara. Sebab lebih suka berbicara tanpa mau mendengar terlebih dahulu apa yang orang lain katakan dengan baik hanya akan mengakibatkan:
Kita salah mengerti/salah paham
Ucapan kita malah melukai atau semakin melukai perasaan orang lain
Ucapan kita mematahkan semangat hidup/kerja orang lain
Ucapan kita tidak didasari fakta yang benar. Sehingga kita menjadi pembuat gosip dan penyebar gosip. Padahal sekali gosip disebar maka dengan cepat tersebar luas dan susah diperbaiki.
Saudara, dalam suatu pertengkaran/pertikaian sebenarnya tidak ada yang bahagia. Baik yang merasa dirinya menang apalagi yang merasa dirinya dikalahkan/disalahkan. Keduanya sama-sama terluka hati dan perasaannya. Dan untuk memulihkan rasa sakit hati ini diperlukan waktu yang cukup lama.
Tetapi sebaliknya, betapa banyak persahatan bisa berjalan langgeng karena kita mau mendengar; betapa banyak pasangan yang dapat menikmati kerukunan dan kebahagiaan karena semua yang terlibat mau mendengarkan yang lain.
Hanya orang yang mau menjadi pelaku firman yang dapat mengendalikan dirinya. Sehingga kehidupannya adalah kehidupan yang berbahagia.
Marilah kita menjadi orang yang cepat mendengar tetapi lambat berbicara. Sehingga kita mempunyai hubungan baik dengan siapapun; baik dengan suami/istri, anak, teman, tetangga dan lain sebagainya. Dan setiap ucapan kita dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Doa dan Komitmen
Ya Bapa, mampukan saya mengendalikan perkataan perkataan. Agar hanya mempermuliakanMu dan menjadi saluran berkat bagi sesamaku. Amin